Senin, 17 Oktober 2011
Fraktur dan Penanganannya
I. PENGERTIAN FRAKTUR
Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan. (E. Oerswari, 1989 : 144).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347).
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar. Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok (FKUI, 1995:543)
Fraktur olecranon adalah fraktur yang terjadi pada siku yang disebabkan oleh kekerasan langsung, biasanya kominuta dan disertai oleh fraktur lain atau dislokasi anterior dari sendi tersebut (FKUI, 1995:553).
II. ETIOLOGI
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
a. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang pata secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
1) Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif.
2) Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
3) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
c. Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
III. KLASIFIKASI FRAKTUR FEMUR
a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
b. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragemen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukan di kulit, fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat, yaitu :
1) Derajat I
- luka kurang dari 1 cm
- kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk.
- fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan.
- Kontaminasi ringan.
2) Derajat II
- Laserasi lebih dari 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse
- Fraktur komuniti sedang.
3) Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.
c. Fraktur complete
• Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergerseran (bergeser dari posisi normal).
d. Fraktur incomplete
• Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
e. Jenis khusus fraktur
a) Bentuk garis patah
1) Garis patah melintang
2) Garis pata obliq
3) Garis patah spiral
4) Fraktur kompresi
5) Fraktur avulsi
b) Jumlah garis patah
1) Fraktur komunitif garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2) Fraktur segmental garis patah lebih dari satu tetapi saling berhubungan
3) Fraktur multiple garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan.
c) Bergeser-tidak bergeser
Fraktur tidak bergeser garis patali kompli tetapi kedua fragmen tidak bergeser.
Fraktur bergeser, terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang juga disebut di lokasi fragmen (Smeltzer, 2001:2357).
IV. PATOFISIOLOGI
Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase yaitu :
1. Fase hematum
• Dalam waktu 24 jam timbul perdarahan, edema, hematume disekitar fraktur
• Setelah 24 jam suplai darah di sekitar fraktur meningkat
2. Fase granulasi jaringan
• Terjadi 1 – 5 hari setelah injury
• Pada tahap phagositosis aktif produk neorosis
• Itematome berubah menjadi granulasi jaringan yang berisi pembuluh darah baru fogoblast dan osteoblast.
3. Fase formasi callus
• Terjadi 6 – 10 harisetelah injuri
• Granulasi terjadi perubahan berbentuk callus
4. Fase ossificasi
• Mulai pada 2 – 3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh
• Callus permanent akhirnya terbentuk tulang kaku dengan endapan garam kalsium yang menyatukan tulang yang patah
5. Fase consolidasi dan remadelling
• Dalam waktu lebih 10 minggu yang tepat berbentuk callus terbentuk dengan oksifitas osteoblast dan osteuctas (Black, 1993 : 19 ).
V. TANDA DAN GEJALA
1. Deformitas
Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :
a. Rotasi pemendekan tulang
b. Penekanan tulang
2. Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur
3. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous
4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
5. Tenderness/keempukan
6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
7. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan)
8. Pergerakan abnormal
9. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
10. Krepitasi (Black, 1993 : 199).
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Rontgen
Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung
Mengetahui tempat dan type fraktur
Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses penyembuhan secara periodik
2. Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 : dapat digunakan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
4. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menrurun ( perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple)
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma
5. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi multiple atau cedera hati (Doenges, 1999 : 76 ).
VII. PENATALAKSANAAN
1. Fraktur Reduction
Manipulasi atau penurunan tertutup, manipulasi non bedah penyusunan kembali secara manual dari fragmen-fragmen tulang terhadap posisi otonomi sebelumnya.
Penurunan terbuka merupakan perbaikan tulang terusan penjajaran insisi pembedahan, seringkali memasukkan internal viksasi terhadap fraktur dengan kawat, sekrup peniti plates batang intramedulasi, dan paku. Type lokasi fraktur tergantung umur klien.
Peralatan traksi :
o Traksi kulit biasanya untuk pengobatan jangka pendek
o Traksi otot atau pembedahan biasanya untuk periode jangka panjang.
2. Fraktur Immobilisasi
Pembalutan (gips)
Eksternal Fiksasi
Internal Fiksasi
Pemilihan Fraksi
3. Fraksi terbuka
Pembedahan debridement dan irigrasi
Imunisasi tetanus
Terapi antibiotic prophylactic
Immobilisasi (Smeltzer, 2001).
MANAJEMEN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10).
Pengkajian pasien Post op frakture Olecranon (Doenges, 1999) meliputi :
a. Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus).
b. Integritas ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.
c. Makanan / cairan
Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi).
d. Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
e. Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse.
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
f. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi).
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994 : 17).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op fraktur (Wilkinson, 2006) meliputi :
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/keletihan, ketidak edekuatan oksigenasi, ansietas, dan gangguan pola tidur.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
5. Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
6. Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
III. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994:20)
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995:40).
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op frakture Olecranon (Wilkinson, 2006) meliputi :
1. Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat akibat adanya kerusakan jaringan aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti kerusakan ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan samapai berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.
Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil : - Nyeri berkurang atau hilang
- Klien tampak tenang.
Intervensi dan Implementasi :
a. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
R/ hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
b. Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
R/ tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri
c. Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri
R/ memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri.
d. Observasi tanda-tanda vital.
R/ untuk mengetahui perkembangan klien
e. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik
R/ merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.
2. Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu yang tidak cukup mempunyai energi fisiologis atau psikologis untuk bertahan atau memenuhi kebutuhan atau aktivitas sehari-hari yang diinginkan.
Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
Kriteria hasil : - perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.
- pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.
- Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.
Intervensi dan Implementasi :
a. Rencanakan periode istirahat yang cukup.
R/ mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal.
b. Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
R/ tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.
c. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
R/ mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
d. Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.
R/ menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.
3. Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami perubahan secara tidak diinginkan.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
a. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
b. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
c. Pantau peningkatan suhu tubuh.
R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
d. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
e. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya.
f. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
g. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
R / antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.
4. Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil : - penampilan yang seimbang..
- melakukan pergerakkan dan perpindahan.
- mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi dan Implementasi :
g. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
h. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
i. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
j. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
k. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
5. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
a. Pantau tanda-tanda vital.
R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
b. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
c. Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
d. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
e. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
Kriteria Hasil : - melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
- memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.
Intervensi dan Implementasi:
a. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
R/ mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
b. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
R/ dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
c. Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.
R/ diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
d. Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
R/ mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
IV. EVALUASI
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan post operasi fraktur adalah :
1. Nyeri dapat berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
2. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
3. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai
4. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
5. Infeksi tidak terjadi / terkontrol
6. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
Black, Joyce M. 1993. Medical Surgical Nursing. W.B Sainders Company : Philadelpia
Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit. EGC : Jakarta.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.
Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.
E. Oerswari 1989, Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia. Jakarta
Nasrul, Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC. Jakarta.
Sjamsuhidajat, R. dan Wim de Jong. 1998. Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi. EGC : Jakarta
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner & Suddarth, Edisi 8. EGC : Jakarta.
FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara : Jakarta
TRAUMA
A. PENGERTIAN
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2002).
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi (FKUI, 1995).
B. ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI
1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium).
Disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).
Disebabkan oleh : pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set-belt) (FKUI, 1995).
C. PATOFISIOLOGI
Tusukan/tembakan ; pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set-belt)-Trauma abdomen- :
1. Trauma tumpul abdomen
Kehilangan darah.
Memar/jejas pada dinding perut.
Kerusakan organ-organ.
Nyeri
Iritasi cairan usus
2.Trauma tembus abdomen
Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
Respon stres simpatis
Perdarahan dan pembekuan darah
Kontaminasi bakteri
Kematian sel
1 & 2 menyebabkan :
• Kerusakan integritas kulit
• Syok dan perdarahan
• Kerusakan pertukaran gas
• Risiko tinggi terhadap infeksi
• Nyeri akut
(FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara : Jakarta)
D. TANDA DAN GEJALA
1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) :
Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
Respon stres simpatis
Perdarahan dan pembekuan darah
Kontaminasi bakteri
Kematian sel
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).
Kehilangan darah.
Memar/jejas pada dinding perut.
Kerusakan organ-organ.
Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding perut.
Iritasi cairan usus (FKUI, 1995).
E. KOMPLIKASI
Segera : hemoragi, syok, dan cedera.
Lambat : infeksi (Smeltzer, 2001).
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus besar ; kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam lambung ; dan kateterisasi, adanya darah menunjukkan adanya lesi pada saluran kencing.
Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma saluran kencing.
Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang diragukan adanya kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut yang disertai dengan trauma kepala yang berat, dilakukan dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20 yang ditusukkan melalui dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris tengah dibawah pusat dengan menggosokkan buli-buli terlebih dahulu.
Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan memasukkan cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan kedalam rongga peritonium (FKUI, 1995).
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kedaruratan ; ABCDE.
Pemasangan NGT untuk pengosongan isi lambung dan mencegah aspirasi.
Kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin yang keluar (perdarahan).
Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika terjadi rangsangan peritoneal : syok ; bising usus tidak terdengar ; prolaps visera melalui luka tusuk ; darah dalam lambung, buli-buli, rektum ; udara bebas intraperitoneal ; lavase peritoneal positif ; cairan bebas dalam rongga perut) (FKUI, 1995).
MANAJEMEN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994).
Pengkajian pasien trauma abdomen (Smeltzer, 2001) adalah meliputi :
1. Trauma Tembus abdomen
Dapatkan riwayat mekanisme cedera ; kekuatan tusukan/tembakan ; kekuatan tumpul (pukulan).
Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya : cedera tusuk, memar, dan tempat keluarnya peluru.
Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga perubahan dapat dideteksi. Adanya bising usus adalah tanda awal keterlibatan intraperitoneal ; jika ada tanda iritasi peritonium, biasanya dilakukan laparatomi (insisi pembedahan kedalam rongga abdomen).
Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakkan melindungi, nyeri tekan, kekakuan otot atau nyeri lepas, penurunan bising usus, hipotensi dan syok.
Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intra-abdomen, observasi cedera yang berkaitan.
Catat semua tanda fisik selama pemeriksaan pasien.
2. Trauma tumpul abdomen
Dapatkan riwayat detil jika mungkin (sering tidak bisa didapatkan, tidak akurat, atau salah). dapatkan semua data yang mungkin tentang hal-hal sebagai berikut :
• Metode cedera.
• Waktu awitan gejala.
• Lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering menderita ruptur limpa atau hati). Sabuk keselamatan digunakan/tidak, tipe restrain yang digunakan.
• Waktu makan atau minum terakhir.
• Kecenderungan perdarahan.
• Penyakit danmedikasi terbaru.
• Riwayat immunisasi, dengan perhatian pada tetanus.
• Alergi.
Lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasienuntuk mendeteksi masalah yang mengancam kehidupan.
PENATALAKSANAAN KEDARURATAN
1. Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas, pernapasan, sirkulasi) sesuai indikasi.
2. Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan ; gerakkan dapat menyebabkan fragmentasi bekuan pada pada pembuluh darah besar dan menimbulkan hemoragi masif.
a) Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta sistem saraf.
b) Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher didapatkan.
c) Gunting baju dari luka.
d) Hitung jumlah luka.
e) Tentukan lokasi luka masuk dan keluar.
3. Kaji tanda dan gejala hemoragi. Hemoragi sering menyertai cedera abdomen, khususnya hati dan limpa mengalami trauma.
4. Kontrol perdarahan dan pertahanan volume darah sampai pembedahan dilakukan.
a) Berikan kompresi pada luka perdarahan eksternal dan bendungan luka dada.
b) Pasang kateter IV diameter besar untuk penggantian cairan cepat dan memperbaiki dinamika sirkulasi.
c) Perhatikan kejadian syoksetelah respons awal terjadi terhadap transfusi ; ini sering merupakan tanda adanya perdarrahan internal.
d) Dokter dapat melakukan parasentesis untuk mengidentifikasi tempat perdarahan.
5. Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini membantu mendeteksi luka lambung, mengurangi kontaminasi terhadap rongga peritonium, dan mencegah komplikasi paru karena aspirasi.
6. Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan salin basah untuk mencegah nkekeringan visera.
a) Fleksikan lutut pasien ; posisi ini mencegah protusi lanjut.
b) Tunda pemberian cairan oral untuk mencegah meningkatnya peristaltik dan muntah.
7. Pasang kateter uretra menetap untuk mendapatkan kepastian adanya hematuria dan pantau haluaran urine.
8. Pertahankan lembar alur terus menerus tentang tanda vital, haluaran urine, pembacaan tekanan vena sentral pasien (bila diindikasikan), nilai hematokrit, dan status neurologik.
9. Siapkan untuk parasentesis atau lavase peritonium ketika terdapat ketidakpastian mengenai perdarahan intraperitonium.
10. Siapkan sinografi untuk menentukan apakah terdapat penetrasi peritonium pada kasus luka tusuk.
a) Jahitan dilakukan disekeliling luka.
b) Kateter kecil dimasukkan ke dalam luka.
c) Agens kontras dimasukkan melalui kateter ; sinar x menunjukkan apakah penetrasi peritonium telah dilakukan.
11. Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan.
12. Berikan antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi. trauma dapat menyebabkan infeksi akibat karena kerusakan barier mekanis, bakteri eksogen dari lingkungan pada waktu cedera dan manuver diagnostik dan terapeutik (infeksi nosokomial).
13. Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok, kehilangan darah, adanya udara bebas dibawah diafragma, eviserasi, atau hematuria.
PENATALAKSANAAN DIRUANG PERAWATAN LANJUTAN
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994).
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen (Wilkinson, 2006) adalah :
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk.
2. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.
3. Nyeri akut berhubungan dengan trauma/diskontinuitas jaringan.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
C. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994).
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995).
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan trauma abdomen (Wilkinson, 2006) meliputi :
1. Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami perubahan secara tidak diinginkan.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
a. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
b. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
c. Pantau peningkatan suhu tubuh.
R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
d. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
e. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya.
f. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
g. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
R / antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
a. Pantau tanda-tanda vital.
R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
b. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
c. Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
d. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
e. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
3. Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat akibat adanya kerusakan jaringan aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti kerusakan ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan samapai berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.
Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil : - Nyeri berkurang atau hilang
- Klien tampak tenang.
Intervensi dan Implementasi :
a. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
R/ hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
b. Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
R/ tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri
c. Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri
R/ memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri
d. Observasi tanda-tanda vital.
R/ untuk mengetahui perkembangan klien
e. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik
R/ merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.
4. Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu yang tidak cukup mempunyai energi fisiologis atau psikologis untuk bertahan atau memenuhi kebutuhan atau aktivitas sehari-hari yang diinginkan.
Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
Kriteria hasil : - perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.
- pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.
- Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.
Intervensi dan Implementasi :
a. Rencanakan periode istirahat yang cukup.
R/ mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal.
b. Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
R/ tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.
c. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
R/ mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
d. Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.
R/ menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.
5. Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil : - penampilan yang seimbang..
- melakukan pergerakkan dan perpindahan.
- mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi dan Implementasi :
a. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
b. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
c. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
d. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
e. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
D. EVALUASI
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan trauma abdomen adalah :
1. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
2. Infeksi tidak terjadi / terkontrol.
3. Nyeri dapat berkurang atau hilang.
4. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
5. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit, Jakarta.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan Ed.31. EGC : Jakarta.
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara : Jakarta
Nasrul Effendi, 1995, Pengantar Proses Keperawatan, EGC, Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3. EGC : Jakarta.
Diposting oleh Patriani
Label: Aktifitas,
emosional,
kerusakan integritas kulit,
psikologis,
syok,
trauma
Pendidikan Kesehatan Tentang Gejala dan Tanda Infesi
SATUAN PEMBELAJARAN
Pokok Pembahasan : Cara perawatan luka dirumah
Sub Pokok Bahasa : Pengertian infeksi
Penyebab, tanda dan gejala
Sasaran : Keluarga anak M
Waktu : Jam 10.45 WIB
Tempat : Di Ruang Dahlia Kamar 3 RSUD X
Tujuan Instruktusional Umum
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan diharapkan keluarga mampu untuk merawat luka dan membantu dalam proses penyembuhan luka.
Tujuan Instruktusional Khusus
Selama dilakukan pendidikan kesehatan selama 10 menit diharapkan keluarga mampu mengetahui :
1.Pengertian infeksi
2.Tanda dan gejala infeksi
3.Cara perawatan luka dalam proses penyembuhan luka di rumah
Metode :
Ceramah
Alat Peraga :
Leaflet
Materi :
Terlampir
Sumber Pustaka :
Sylvia A Prince : 1623
Schwartz : 47 edisi 6
1.Pengertian
Infeksi adalah invasi atau masuknya mikro organisme patogen kedalam tubuh dan jaringan yang terjadi pada penjamu terhadap organisme dan toksinnya.
2.Tanda dan Gejala
Tanda – tanda infeksi meliputi :
1.Kalor : Merasa panas pada daerah yang terkena infeksi
2.Dolor : Merasa sakit pada daerah luka yang terinfeksi
3.Ruber : Rasa adanya kemerah – merahan pada kulit daerah luka yang terinfeksi
4.Tumor : Terjadinya bengkak pada area luka
5.Fungsio laesa : Gangguang fungsi gerak pada daerah yang terinfeksi
3.Cara perawatan luka dalam proses penyembuhan luka di rumah.
1.Mandi 2x sehari
Daerah yang terbalut jangan sampai terkena air atau basah ( meningkatkan kelembaban pada kulit yang terbungkus )
2.Makanan yang cukup mengandung protein atau tinggi kalori tinggi protein
3.Control balutan di petugas kesehatan atau instansi Rumah Sakit
4.Minum obat sesuai anjuran dokter.
Cedera Kepala
by sara
Cedera kepala adalah keadaan dimana struktur lapisan otak dari lapisan kulit kepala tulang tengkorak, durameter, pembuluh darah serta otaknya mengalami cidera baik yang trauma tertutup maupun trauma tembus (Satya Negara, 1998 : 59). Komutio cerebri adalah syndrome yang melibatkan bentuk ringan dari cidera otak yang menyebar. Terjadi disfungsi neurologis sementara dan bersifat dapat pulih dengan atau tanpa kehilangan kesadaran. Jika ada penurunan kesadaran mungkin pasien mengalami disorientasi dan bingung hanya dalam waktu singkat (Hudak dan Gallo, 1996 : 227). Menurut Mansjoer (2000 : 74) cedera kepala ringan adalah trauma kepala dengan skala Glasgow coma scale 15 (sadar penuh) tidak ada kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri kepala dapat terjadi abrasi, lacerasi, haematoma kepala dan tidak ada kriteria cidera sedang dan berat.
Komotio cerebral adalah hilangnya fungsi neurologis sementara tanpa kerusakan struktur, komotio umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri dalam waktu yang berakhir selama beberapa detik sampai beberapa menit, getaran otak sedikit – sedikit saja hanya akan menimbulkan pusing atau berkunang – kunang dapat juga kehilangan kesadaran komplit,apabila jaringan otak atau lobus frontal terkena pasien dapat menunjukkan perilaku irasional yang aneh,dimana keterlibatan lobus temporal dapat menimbulkan amnesia atau disorentasi (Brunner dan Suddarth, 2001 : 224).
Etiologi
Menurut Hudak dan Gallo (1996 : 108) mendiskripsikan bahwa Penyebab cedera kepala adalah karena adanya trauma rudapaksa yang dibedakan menjadi 2 faktor yaitu:
1.Trauma primer
Terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi dan deselerasi)
2.Trauma sekunder
Terjadi akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang meluas, hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi sistemik.
Patofisiologi
Patofisiologi menurut Markum (1999 : 24). trauma pada kepala menyebabkan tengkorak beserta isinya bergetar, kerusakan yang terjadi tergantung pada besarnya getaran makin besar getaran makin besar kerusakan yang timbul, getaran dari benturan akan diteruskan menuju Galia aponeurotika sehingga banyak energi yang diserap oleh perlindungan otak, hal itu menyebabkan pembuluh darah robek sehingga akan menyebabkan haematoma epidural, subdural, maupun intracranial, perdarahan tersebut juga akan mempengaruhi pada sirkulasi darah ke otak menurun sehingga suplay oksigen berkurang dan terjadi hipoksia jaringan akan menyebabkan odema cerebral.
Akibat dari haematoma diatas akan menyebabkan distorsi pada otak, karena isi otak terdorong ke arah yang berlawanan yang berakibat pada kenaikan T.I.K (Tekanan Intra Kranial) merangsang kelenjar pituitari dan steroid adrenal sehingga sekresi asam lambung meningkat akibatnya timbul rasa mual dan muntah dan anaroksia sehingga masukan nutrisi kurang (Satya negara 1998 : 122).
Penilaian GCS (Glasgow Coma Scale).
Menurut Hudak and Gallow 1996:226 ) Penilaian kesadaran GCS ( glassgow coma scale )
1.Eye opening
Score : 4 : Dapat membuka mata sendiri secara spontan
3 : Membuka mata hanya bila diajak bicara
2 : Membuka mata bila dirangsang nyeri
1 : Tidak membuka mata dengan rangsangan apapun.
2.Motor respon
Score : 6 : Dapat melakukan gerakan sesuai perintah
5 : Adanya getaran untuk menyingkirkan rangsangan
4 : Flexi yang cepat saja dibarengi abduksi bahu
3 : Flexi yang ringan dan adduksi bahu seperti pada dekortikasi
2 : Ekstensi lengan disertai adduksi endorotasi bahu,pronasi lengan
1 : Bawah seperti pada decerebresi rigidity.
3.Verbal respon
Score : 5 : Sadar Orentasi waktu tempat dan orang tetap utuh
4 : Dapat diajak bicara tapi kacau jawabannya
3 : Tidak dapat diajak bicara mengeluarkan kata – kata yang tidak mengandung arti (masih berteriak).
2 : Mengeluarkan kata – kata mengerang / merintih
1 : Tidak bersuara sama sekali
Cidera kepala ringan sesuai dengan penilaian GCS (Glassgow Coma Scale) : 13 – 15, cidera kepala ringan kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit, tidak terdapat fraktur tengkorak dan haematoma.
Pengkajian Fokus
Berdasarkan Doenges (2000) pengkajian fokus meliputi :
1.Aktifitas atau istirahat
Gejala : Merasa lemah, lelah, lesu, hilang keseimbangan
Tanda : Perubahan kesadaran, latergi, ataksia atau cara berjalan tidak tegap, cidera orthopedi, kehilangan tonus otot.
2.Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal perubahan frekwensi jantung
3.Integritas ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi.
4.Eleminasi
Gejala : Inkotenensia kandung kemih / usus mengalami gangguan fungsi.
5.Makanan atau cairan
Tanda : Muntah (mungkin proyektif ) gangguan menelan.
Gejala : Mual / muntah dan mengalami perubahan selera.
6.Neuro sensori
Gejala : Kehilangan kesadaran, amnesia, vertigo, syncope, tinitus, kehilangan pendengaran, perubahan penglihatan, gangguan pengecapan .
Tanda : Perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental, perubahan pupil, kehilangan pengindraan, kejang, kehilangan sensasi sebagian tubuh.
7.Nyeri atau kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda.
Tanda : Wajah menyeringi, respon menarik pada rangsang, nyeri yang hebat, gelisah.
8.Pernapasan
Tanda : Perubahan pola napas, nafas bunyi ronchi
9.Keamanan
Gejala : Trauma baru karena kecelakaan
Tanda : Fraktur atau dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan kognitif, gangguan rentang gerak, gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
10.Interaksi sosial
Tanda : Afasia motoris atau sensoris, bicaraa tanpa arti disartria anomia.
Manifestasi Klinis
1.Pada contosio segera terjadi kehilangan peredaran pada haematoma mungkin, hilang segera, atau bertahap. Dengan membesarnya haematoma atau membesarnya haematoma atau odema interstisium.
2.Pola pernapasan dapat segera progresif menjadi abnormal
3.Respon pupil mengkin lenyap, atau secara progresif mungkin memburuk.
4.Nyeri kepala dapat segera muncul atau seiring dengan peningkatan buruk.
5.Dapat timbul muntah – muntah akibat penekanan intracranial.
6.Perubahan perilaku dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan.
7.Motorik dapat timbul segera atau secara lambat.
Pemeriksaan Penunjang
Menurut FK UI ( 1999 : 27 )
1.CT scan (Computer Tomography scan)
Mengidentifikasi adanya hemoragic, ukuran ventrikuler, infark pada jaringan mati.
2.Foto tengkorak atau cranium
Untuk mengetahui adanya fraktur pada tengkorak
3.MRI (Magnetic Resonan Imaging)
Gunanya untuk sebagai pengindraan yang mempergunakan gelombang electromagnetic.
4.Laboratorium
Kimia darah : mengetahui ketidakseimbangan elektrolit
Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan Linda Juall Carpenito (2000)
1.Kerusakan mobilitas fisik
Difinisi : Keadaan dimana individu mengalami atau beresiko keterbatasan gerak fisik, tetapi bukan imobilisasi
Batasan karakteristik
Mayor : Penurunan kemampuan untuk bergerak dengan sengaja dalam lingkungan (misal: mobilitas ditempat tidur, berpindah, ambulansi) keterbatasan ruang gerak
Minor : Pembatasan gerak yang dipaksakan enggan untuk bergerak
2.Risiko tinggi terhadap infeksi
Difinisi : Keadaan dimana individu beresiko terserang oleh agen patogenik atau oportunistic (virus, jamur, bakteri, protozoa atau parasit lain) dari sumber – sumber eksternal seperti sumber endogen atau eksogen.
Batasan karakteristik.
Mayor : Tempat masuknya organisme
Minor : Trauma (Kecelakaan, Kesengajaan)
3.Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
Definisi : Perubahan nutrisi terjadi dimana individu yang tidak puasa mengalami atau yang berisiko mengalami penurunan berat badan yang berhubungan dengan masukan yang ade kuat atau metabolisme nutrien yang tidak adekuat untuk kebutuhan metabolic.
Batasan karakteristik
Mayor : Individu yang tidak puas melaporkan atau mengalami masukan makanan tidak adekuat kurang dari yang dianjurkan dengan atau tanpa penurunan berat badan atau kebutuhan.
Minor : Berat badan 10% sampai 20% atau lebih dibawah berat badan ideal untuk tinggi dan kerangka tubuh, lingkar kulit, ringkar lengan tengah dan ringkar otot pertengahan lebih kurang dari 60% standar pengukuran kelemahan otot dan nyeri tekan, penurunan albumin serum.
4.Perubahan perfusi jaringan cerebral
Definisi : Keadaan dimana individu mengalami atau berisiko suatu penurunan dalam nutrisi dan pernafasan pada tingkat selular disebabkan suatu penurunan dalam suplai darah kapiler.
Batasan Karakteristik
Mayor : Perubahan warna kulit (pucat, sianosis) Perubahan susunan kulit
Minor : Odema, Perubahan dalam fungsi motorik dan sensorik
5.Perubahan proses pikir
Definisi : Keadaan dimana individu mengalami suatu gangguan dalam suatu aktivitas, metal seperti berfikir sadar, orientasi, realitas, pemecahan masalah, penilaian dan pemahaman yang berhubungan dengan koping.
Batasan Karakteristik
Mayor : Tidak akuratnya interprestasi tentang stimulus, internal dan eksternal
Minor : Kurang kognitif kecurigaan, delusi, halusinasi, fobia, pengelihatan, kebingunan
6.Resiko cidera
Definisi : Keadaan dimana seorang individu beresiko terhadap cedera jaringan yang tidak disengaja (misal : Luka, luka bakar, fraktur)
Batasan karakteristik
Mayor : Vertigo, sincope
Minor : Gaya berjalan yang tidak mantap, amputasi, cedera serebro vaskuler
7.Intoleransi aktivitas
Definisi : Penurunan dalam kapasitas fisiologis seorang untuk melakukan aktifitas sampai tingkat yang diinginkan atau yang dibutuhkan
Batasan karakteristik
Mayor : Kelemahan, pusing, dispnea, keletihan akibat aktifitas, frekwensi pernafasan lebih dari 24, frekwensi nadi lebih dari 95
Minor : Pucat atau sianosis, confuse, vertigo
8.Perubahan kenyamanan
Definisi : Keadaan dimana individu mengalami atau berisiko mengalami sensasi yang tidak menyenangkan dalam berespon terhadap suatu rangsangan yang berbahaya
Batasan karakteristik
Mayor : Individu memperlihatkan atau melaporkan ketidaknyamanan
Minor : Respon otonom pada nyeri akut, peningkatan tekanan darah
H.Konsep Tumbuh Kembang
Tumbuh kembang pada usia lima tahun yang di diskripsikan oleh Cecily dan Linda. A Sowden (1996 : 549).
1.Karakteristik fisik
Berat badan anak prasekolah bertambah 2 kg pertahun, tinggi badan penambahan 5 – 7 cm per tahun.
2.Perkembangan motoris kasar
Melompat melewati tali, berlari tanpa kesulitan, bermain lompat tali dengan cukup baik, main tangkap.
3.Perkembangan motoris halus
Sedikitnya dapat mengenali, dapat membedakan obyek berdasarkan beratnya, memerankan orang tua dan orang dewasa lainnya.
4.Perkembangan bahasa
Mempunyai perbendaharaan kata sebanyak 2100 kata, memakai lima kata, memakai kata depan dengan kata penghubung, memakai kalimat lengkap, membuat kesalahan suara, dapat menyebut hari – hari dalam seminggu.
5.Perkembangan psikoseksual (tahap falik)
Fokus tubuh, peningkatan kesadarannya akan organ seks dan minatnya dalam seksualitas. Sedikit banyaknya kecemburuan dan perilaku bervariasi sesuai pengalaman anak di masa lalu dan lingkungan keluarga.
6.Perkembangan psikososial
Anak memperagakan peran seks yang sesuai mempelajari benar atau salah, menunjukkan eksperimentasi dengan ketrampilan baru dalam permainan, peningkatan aktifitas bermain.
7.Perilaku sosial
Memandang orang tua sebagai figur yang penting, bersifat posesif ingin maunya sendiri, mampu bekerjasama dengan teman sebaya dan orang dewasa, meniru orang tua dan model peran orang dewasa lainnya.
I.Fokus Intervensi
Berdasarkan Doenges (2000) fokus intervensi meliputi :
1.Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan penghentian darah oleh sel (haemoragi , haematoma ) odema cerebral, penurunan sistematik atau hipoxia.
Tujuan :
a.Pertahankan tingkat kesadaran
b.Mendemonstrasikan tanda vital stabil dan tidak ada tanda – tanda peningkatan TIK (Tekanan Intra Kranial).
Intervensi :
a.Kaji status neurologis penyebab penurunan perfusi jaringan monitor GCS (Glassgow Coma Scale).
Rasionalisasi : Dengan GCS (Glassgow Coma Scale) dapat mengetahui peningkatan atau penurunan keadaan klien untuk dijadikan standar dan kerusakan Neuro cerebral.
b.Monitor tekanan darah
Rasionalisasi : Kehilangan auto regulasi dapat mengikuti kerusakan vaskuarisasi cerebral lokal atau menyebar atau menyeluruh peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti oleh penurunan tekanan darah diastol (nadi yang membesar merupakan tanda peningkatabn T.I.K (Tekanan Intra Kraneal).
c.Kaji keadaan pupil
Rasionalisasi : Kondisi penglihatan dapat mencerminkan keadaan untuk menentukan keadaan kerusakan pada otak secara mikroskopis.
d.Identifikasi refleks batuk menelan dan eating
Rasionalisasi : Ada tidaknya reflek neurologis dapat digunakan untuk menentukan trauma kepala berat ringan atau sedang.
e.Pertahankan kepala leher pada posisi netral
Rasionalisasi : Akan memperlancar aliran darah menuju ke otak.
f.Palpasi adanya distensi kandung kemih konstipasi observasi adanya tanda kejang.
2.Nyeri berhubungan dengan iritasi atau tekanan syaraf fasospasme : peningkatan T.I.K (Tekanan Intra Kranial)
Tujuan :
a.Melaporkan nyeri berkurang atau terkontrol
b.Menunjukkan atau menggunakan perilaku untuk mengurangi pertumbuhan.
Intervensi :
a.Kaji tingkat nyeri, catat intensitas karakteristik nyeri
Rasionalisasi : Merupakan pengalaman subyektif dan harus dijelaskan oleh pasien atau identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan dengan merupakan suatu hal yang amat penting untuk memilih intensitas yang cocok untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan.
b.Monitor tanda – tanda vital
Rasionalisasi : Untuk mengetahui adanya komplikasi lebih lanjut sehingga dapat ditentukan tindakan selanjutnya.
c.Ajarkan teknis distraksi dan relaksasi
Rasionalisasi : Merupakan ketegangan otot yang dapat merangsang timbulnya sakit kepala.
d.Berikan kompres hangat pada daerah leher dan kepala
Rasionalisasi : Meningkatkan relaksasi otot dan meningkatkan relaksasi dalam mengurangi ketegangan
e.Ciptakan lingkungan yang tenang
Rasionalisasi : Menurunkan stimulus yang berlebihan yang dapat menurunkan sakit kepala.
3.Pola nafas tak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromoskuler kerusakan persepsi dan kognisi obstruksi tracheo bronchiale.
Tujuan :
a.Mempertahankan pola nafas normal atau efektif dan bebas sianosis
b.Menunjukkan analisa gas darah normal.
Intervensi :
a.Monitor frekwensi irama dan kedalaman pola nafas
Rasionalisasi : Perubahan respirasi dapat merupakan indikasi terjadinya komplikasi pernafasan.
b.Mengatur posisi tidur sesuai aturannya posisi miring sesuai indikasi
Rasionalisasi : Meningkatkan ekspansi paru menentukan resiko obstruksi jalan nafas.
c.Isap lendir bila perlu catat karakteristik dan warna secret
Rasionalisasi : Suction dapat mengeluarkan secret apabila pasien dalam keadaan koma untuk membersihkan jalan nafas.
d.Auskultasi jalan napas
Rasionalisasi : Sebagai identifikasi odema paru sehingga antelektasis obstruksi jalan napas, resiko kekurangan oksigen cerebral dan infeksi paru umum trauma kepala.
e.Berikan oksigen 1 – 2 liter/menit bila perlu
Rasionalisasi : Untuk mencegah dan menemukan atelektasis
4.Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien, kelemahan otot mengunyah, menelan, status hipermetabolic.
Tujuan :
a.Mendemonstrasikan atau kemajuan peningkatan berat badan sesuai tujuan.
b.Tidak mengalami tanda – tanda malnutrisi dengan nilai laboratorium normal.
Intervensi :
a.Kaji kemampuan mengunyah dan menelan
Rasionalisasi : Karena berhubungan dengan kemungkinan aspirasi sebagai pertimbangan dalam memberi makanan.
b.Auskultasi bising usus
Rasionalisasi : Fungsi gastro intestinal berhubungan erat dengan klien cidera kepala sehingga bising usus dapat mendeteksi respon kearah komplikasi atau tidak.
c.Timbang berat badan sesuai dengan ndikasi
Rasionalisasi : Sebagai evaluasi adekuat dalam mendeteksi adanya terapi dalam pemenuhan nutrisi.
d.Berikan makanan dalam jumlah kecil dan sering
Rasionalisasi : Mencegah reflek muntah atau regulasi
e.Kaji muntah atau feces atau cairan lambung
Rasionalisasi : Reaksi akut, sub akut perdarahan mungkin dapat terjadi sehingga dapat menentukan intervensi.
5.Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan kulit rusak, prosedur invasif.
Tujuan :
a.Mempertahankan homeostasis, bebas tanda – tanda infeksi
b.Mencapai penyembuhan tepat waktu bila ada luka.
Intervensi :
a.Berikan perawatan septik dan anti septik
Rasionalisasi : Menghindari infeksi nosokomial.
b.Observasi daerah yang mengalami kerusakan atau luka.
Rasionalisasi : Deteksi dini perkembangan infeksi melaksanakan tindakan yang segera dan mencegah terhadap komplikasi selanjutnya.
c.Pantau suhu tubuh secara teratur.
Rasionalisasi : Peningkatan suhu tubuh dapat mencurigai adanya sepsis pertahankan integritas kulit
d.Kaji warna kejernihan urine
Rasionalisasi : Sebagai indikator dari perkembangan infeksi pada saluran kemih
e.Batasi pengunjung
Rasionalisasi : Menurunkan pemanjaan terhadap kuman penyebab infeksi.
6.Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler penurunan kekuatan dan ketahanan kehilangan kontrol atau koordinasi otot kerusakan kognitif
Tujuan :
a.Klien dapat mendemonstrasikan teknik atau perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
b.Klien dapat melakukan perawatan diri dalam tingkat kemampuan sendiri.
Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi atau komonitas memberikan bantuan sesuai kebutuhan
Intervensi :
a.Kaji tingkat kemampuan pasien
Rasionalisasi : Membantu dan mengaktifikasi atau merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individu.
b.Menghindari sesuatu yang klien dapat lakukan sendiri tapi bantuan yang diberikan sesuai kebutuhan.
Rasionalisasi : Memberikan manfaat dan mencegah frustasi adalah penting bagi klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri sendiri, untuk mempertahandan diri sendiri dan peningkatan pemulihan.
c.Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan sehari – hari.
d.Libatkan keluarga dalam perawatan dan pemenuhan sehari – hari
e.Berikan umpan balik positif untuk usahan yang diberikan
Rasionalisasi : Meningkatkan perasaan harga diri peningkatan kemandirian dan mendorong pasien untuk berusaha secara kontinyu.
Label: Aktifitas,
cedera,
kulit,
otak,
pembuluhdarah,
tengkorak
Selasa, 23 Agustus 2011
Penggunaan diri secara terapeutik
by udin
1. Pengertian : therapeutic use of self
Perawat menggunakan diri sendiri sebagai alat untuk memberi asuhan. Caranya perawat harus mempunyai analisa diri sendiri
2. Aspek-aspek dari therapeutic use of self
a. Kesadaran diri
Perawat harus dapat mengenali :
Perasaan dpt menerima
Perilaku perbedaan &
Kepribadiannya keunikan klien
Cara meningkatkan kesadaran diri
- Mempelajari diri sendiri
- Belajar dari orang lain
- Membuka diri terhadap informasi / perubahan yg terjadi
b. Klarifikasi nilai
1) Menyadari nilai yang dimiliki perawat
b. Mampu menganalisa perasaan sendiri à bertahap
c. Mampu mengatasi berbagai perasaan : marah, berduka, frustasi
2) Menyadari konflik dan ketidakpuasan
c. Eksplorasi perasaan
d. Kemampuan menjadi role model
e. Rasa tanggung jawab dan etik
f. Motivasi altruistic
1. Pengertian : therapeutic use of self
Perawat menggunakan diri sendiri sebagai alat untuk memberi asuhan. Caranya perawat harus mempunyai analisa diri sendiri
2. Aspek-aspek dari therapeutic use of self
a. Kesadaran diri
Perawat harus dapat mengenali :
Perasaan dpt menerima
Perilaku perbedaan &
Kepribadiannya keunikan klien
Cara meningkatkan kesadaran diri
- Mempelajari diri sendiri
- Belajar dari orang lain
- Membuka diri terhadap informasi / perubahan yg terjadi
b. Klarifikasi nilai
1) Menyadari nilai yang dimiliki perawat
b. Mampu menganalisa perasaan sendiri à bertahap
c. Mampu mengatasi berbagai perasaan : marah, berduka, frustasi
2) Menyadari konflik dan ketidakpuasan
c. Eksplorasi perasaan
d. Kemampuan menjadi role model
e. Rasa tanggung jawab dan etik
f. Motivasi altruistic
Home Care dalam Asuhan Perawatan Kesehatan Keluarga
a. Pengertian Asuhan Perawatan Kesehatan Keluarga
Home Care merupakan pelayanan dirumah dalam pelaksanaan Asuhan keperawatan keluarga. Sedangkan Asuhan keperawatan keluarga adalah suatu rangkaian kegiatan yang diberikan melalui paraktek keperawatan kepada keluarga, untuk membantu menyelesaikan masalah kesehatan keluarga tersebut dengan menggunakan proses keperawatan Dep. Kes. RI, 1998).
b.Pelayanan Keperawatan di Rumah Memiliki Lima Tujuan Dasar, yaitu :
1. Meningkakan “support system” yang adekuat dan efektif serta mendorong digunakannya pelayanan kesehatan.
2. Meningkatkan keadekuatan dan keefektifan perawatan pada anggota keluarga dengan masalah kesehatan dan kecacatan.
3. Mendorong pertumbuhan dan perkembangan yang normal dari seluruh anggota keluarga serta memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang peningkatan dan kesehatan pencegahan.
4. Menguatkan fungsi keluarga dan kedekatan antar anggota keluarga.
5. Meningkatkan kesehatan keluarga.
(Smith, 1995)
Kelima tujuan dasar dari pelayanan keperawatan di rumah pada hakekatnya bertujuan untuk membantu keluarga menyelesaikan masalah-masalahnya yang oleh Simmon (1980), dikategorikan menjadi Sikap hidup dan sumber-sumber pelayanan kesehatan, penyimpangan status kesehatan,pola dan pengetahuan tentang pemeliharaan kesehatan dan dinamika dan struktur keluarga.
c. Langkah-langkah Asuhan Keperawatan Keluarga
Perawatan keluarga dilakukan melalui langkah-langkah;
1) Tahap persiapan
a) Menetapkan keluarga sasaran yang akan dikunjungi yaitu keluarga yang mempunyai anggota keluarga penderita penyakit menular, penyakit kronis, ibu hamil dan anak balita yang mempunyai resiko tinggi kesehatan, atau anggota keluarga dengan lanjut usia.
b) Menetapkan jadwal kunjungan yaitu membuat jadwal kunjungan dan nama-nama keluarga yang akan dikunjungi, membuat kesepakatan dengan pasien/ keluarga tentang waktu kunjungan dan mengirimkan jadwal kunjungan kepada kepala desa/lurah.
c) Menyiapkan perlengkapan lapangan yaitu; mempelajari riwayat penyakit pasien, membuat catatan singkat tentang permasalahan pasien, menyiapkan formulir atau catatan pengkajian keluarga menyiapkan alat PHN Kit (Public Health Nursing Kit ), bidan kit dan alat bantu penyuluhan.
2) Tahap Kunjungan Rumah (home care)
Dalam melaksanakan kunjungan rumah maka dilakukan suatu proses asuhan keperawatan keluarga yang meliputi:
a) Menciptakan suasana hubungan yang baik dengan keluarga, memperkenalkan diri dengan sopan dan menginformasikan maksud dan tujuannya.
b) Melakukan pengkajian keluarga/ proses pengumpulan data keluarga, data yang dikumpulkan adalah berupa status kesehatan dari anggota keluarga, status kesehatan yang menggambarkan kemampuan untuk melaksanakan tugas anggota keluarga dalam memenuhi kebutuhan fisik sosial dan emosional dan data lingkungan keluarga yaitu rumah dan masyarakat sekitar.
c) Menggolongkan masalah kesehatan keluarga dalam typologi kesehatan dalam kritreria ancaman kesehatan, tidak/ kurang sehat dan keadaan krisis.
d) Menentukan sifat dan luasnya serta kesanggupan keluarga untuk melaksanakan tugas-tugas kesehatan terhadap setiap masalah kesehatan.
e) Menentuan diagnosa keperawatan keluarga yang didasarkan pada status kesehatan yang kemudian masalah tersebut diprioritaskan.
f) Menentuan rencana asuhan keperawatan keluarga yang mengacu pada data dan prioritas masalah / diagnosa keperawatan.
g) Melaksanakan tindakan keperawatan dengan partisipasi pasien untuk melatih kemandirian, menjaga dan memperbaiki kesehatan.
h) Terakhir adalah evaluasi dengan cara melihat perkembangan pasien Freadman, 1998).
Home Care merupakan pelayanan dirumah dalam pelaksanaan Asuhan keperawatan keluarga. Sedangkan Asuhan keperawatan keluarga adalah suatu rangkaian kegiatan yang diberikan melalui paraktek keperawatan kepada keluarga, untuk membantu menyelesaikan masalah kesehatan keluarga tersebut dengan menggunakan proses keperawatan Dep. Kes. RI, 1998).
b.Pelayanan Keperawatan di Rumah Memiliki Lima Tujuan Dasar, yaitu :
1. Meningkakan “support system” yang adekuat dan efektif serta mendorong digunakannya pelayanan kesehatan.
2. Meningkatkan keadekuatan dan keefektifan perawatan pada anggota keluarga dengan masalah kesehatan dan kecacatan.
3. Mendorong pertumbuhan dan perkembangan yang normal dari seluruh anggota keluarga serta memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang peningkatan dan kesehatan pencegahan.
4. Menguatkan fungsi keluarga dan kedekatan antar anggota keluarga.
5. Meningkatkan kesehatan keluarga.
(Smith, 1995)
Kelima tujuan dasar dari pelayanan keperawatan di rumah pada hakekatnya bertujuan untuk membantu keluarga menyelesaikan masalah-masalahnya yang oleh Simmon (1980), dikategorikan menjadi Sikap hidup dan sumber-sumber pelayanan kesehatan, penyimpangan status kesehatan,pola dan pengetahuan tentang pemeliharaan kesehatan dan dinamika dan struktur keluarga.
c. Langkah-langkah Asuhan Keperawatan Keluarga
Perawatan keluarga dilakukan melalui langkah-langkah;
1) Tahap persiapan
a) Menetapkan keluarga sasaran yang akan dikunjungi yaitu keluarga yang mempunyai anggota keluarga penderita penyakit menular, penyakit kronis, ibu hamil dan anak balita yang mempunyai resiko tinggi kesehatan, atau anggota keluarga dengan lanjut usia.
b) Menetapkan jadwal kunjungan yaitu membuat jadwal kunjungan dan nama-nama keluarga yang akan dikunjungi, membuat kesepakatan dengan pasien/ keluarga tentang waktu kunjungan dan mengirimkan jadwal kunjungan kepada kepala desa/lurah.
c) Menyiapkan perlengkapan lapangan yaitu; mempelajari riwayat penyakit pasien, membuat catatan singkat tentang permasalahan pasien, menyiapkan formulir atau catatan pengkajian keluarga menyiapkan alat PHN Kit (Public Health Nursing Kit ), bidan kit dan alat bantu penyuluhan.
2) Tahap Kunjungan Rumah (home care)
Dalam melaksanakan kunjungan rumah maka dilakukan suatu proses asuhan keperawatan keluarga yang meliputi:
a) Menciptakan suasana hubungan yang baik dengan keluarga, memperkenalkan diri dengan sopan dan menginformasikan maksud dan tujuannya.
b) Melakukan pengkajian keluarga/ proses pengumpulan data keluarga, data yang dikumpulkan adalah berupa status kesehatan dari anggota keluarga, status kesehatan yang menggambarkan kemampuan untuk melaksanakan tugas anggota keluarga dalam memenuhi kebutuhan fisik sosial dan emosional dan data lingkungan keluarga yaitu rumah dan masyarakat sekitar.
c) Menggolongkan masalah kesehatan keluarga dalam typologi kesehatan dalam kritreria ancaman kesehatan, tidak/ kurang sehat dan keadaan krisis.
d) Menentukan sifat dan luasnya serta kesanggupan keluarga untuk melaksanakan tugas-tugas kesehatan terhadap setiap masalah kesehatan.
e) Menentuan diagnosa keperawatan keluarga yang didasarkan pada status kesehatan yang kemudian masalah tersebut diprioritaskan.
f) Menentuan rencana asuhan keperawatan keluarga yang mengacu pada data dan prioritas masalah / diagnosa keperawatan.
g) Melaksanakan tindakan keperawatan dengan partisipasi pasien untuk melatih kemandirian, menjaga dan memperbaiki kesehatan.
h) Terakhir adalah evaluasi dengan cara melihat perkembangan pasien Freadman, 1998).
Jumat, 11 Februari 2011
Penerimaan Mahasiswa Baru Stikes Muhammadiyah Gombong
STIKES MUHAMMADIYAH GOMBONG
TAHUN AJARAN 2011/2012
STIKES Muhammadiyah Gombong menyediakan empat pintu masuk bagi calon mahasiswa yang akan belajar di perguruan tinggi yang kampusnya satu area dengan RSU PKU Muhammadiyah Gombong yaitu di Jl. Yos Sudarso 461 Gombong Kebumen Jawa Tengah Telp. 0287 473750 Fax. 0287 472433 website : www.stikesmuhgombong.ac.id email: pmb@stikesmuhgombong.ac.id Alamat e-mail ini diproteksi dari spambot, silahkan aktifkan Javascript untuk melihatnya atau email: stikesmuhgombong@yahoo.com Alamat e-mail ini diproteksi dari spambot, silahkan aktifkan Javascript untuk melihatnya .
Empat pintu masuk tersebut adalah 1) Seleksi Siswa Berprestasi (SSB), 2). Seleksi Prestasi & Kesempatan Belajar (SPKB), 3). Seleksi Kemitraan Kerja (SKK), dan 4). Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru Jalur Umum (SPMBU).
1. Jalur Seleksi
2. Persyaratan
3. Jadwal Penerimaan Mahasiswa Baru
4. Biaya Pendaftaran
5. Proses Seleksi
Kami membuka jalur-jalur tersebut untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat yang akan menimba ilmu dan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berperan serta aktif dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
KEBIJAKAN PENERIMAAN MAHASISWA BARU
1. Standar Calon Mahasiswa
Mahasiswa sebagai input memiliki kriteria yaitu mahasiswa lulus ujian dan seleksi masuk STIKES Muhammadiyah Gombong yaitu melalui seleksi siswa berprestasi (SSB), atau seleksi prestasi & kesempatan belajar (SPKB), atau seleksi kemitraan kerja (SKK), atau seleksi penerimaan mahasiswa baru umum (SPMBU).
Indikator sebagai mahasiswa baru yaitu lulus seleksi masuk dan terdaftar pada program studi di STIKES Muhammadiyah Gombong.
2. Sistem rekrutmen dan seleksi calon mahasiswa STIKES Muhammadiyah Gombong mempertimbangkan mutu prestasi dan reputasi akademik serta bakat pada jenjang pendidikan sebelumnya, equitas wilayah, kemampuan ekonomi dan jender.
TAHUN AJARAN 2011/2012
STIKES Muhammadiyah Gombong menyediakan empat pintu masuk bagi calon mahasiswa yang akan belajar di perguruan tinggi yang kampusnya satu area dengan RSU PKU Muhammadiyah Gombong yaitu di Jl. Yos Sudarso 461 Gombong Kebumen Jawa Tengah Telp. 0287 473750 Fax. 0287 472433 website : www.stikesmuhgombong.ac.id email: pmb@stikesmuhgombong.ac.id Alamat e-mail ini diproteksi dari spambot, silahkan aktifkan Javascript untuk melihatnya atau email: stikesmuhgombong@yahoo.com Alamat e-mail ini diproteksi dari spambot, silahkan aktifkan Javascript untuk melihatnya .
Empat pintu masuk tersebut adalah 1) Seleksi Siswa Berprestasi (SSB), 2). Seleksi Prestasi & Kesempatan Belajar (SPKB), 3). Seleksi Kemitraan Kerja (SKK), dan 4). Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru Jalur Umum (SPMBU).
1. Jalur Seleksi
2. Persyaratan
3. Jadwal Penerimaan Mahasiswa Baru
4. Biaya Pendaftaran
5. Proses Seleksi
Kami membuka jalur-jalur tersebut untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat yang akan menimba ilmu dan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berperan serta aktif dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
KEBIJAKAN PENERIMAAN MAHASISWA BARU
1. Standar Calon Mahasiswa
Mahasiswa sebagai input memiliki kriteria yaitu mahasiswa lulus ujian dan seleksi masuk STIKES Muhammadiyah Gombong yaitu melalui seleksi siswa berprestasi (SSB), atau seleksi prestasi & kesempatan belajar (SPKB), atau seleksi kemitraan kerja (SKK), atau seleksi penerimaan mahasiswa baru umum (SPMBU).
Indikator sebagai mahasiswa baru yaitu lulus seleksi masuk dan terdaftar pada program studi di STIKES Muhammadiyah Gombong.
2. Sistem rekrutmen dan seleksi calon mahasiswa STIKES Muhammadiyah Gombong mempertimbangkan mutu prestasi dan reputasi akademik serta bakat pada jenjang pendidikan sebelumnya, equitas wilayah, kemampuan ekonomi dan jender.
Langganan:
Postingan (Atom)